TUGAS
SATUAN PROSES
“PROSES PEMBUATAN CORNED
BEEF”
Oleh:
1.
Maskur Rozaqi F34100010
2.
Dhita Anggraini Annisa F34100025
3.
Alzara Zetiara F34100052
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA
2012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI
PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Derap kemajuan ekonomi dan peradaban yang cepat mendorong manusia
menuntut tersedianya makanan dalam waktu yang cepat tanpa mengurangi cita rasa
makanan tersebut, lebih awet dan lebih praktis serta mempertahankan bentuk
segarnya. Oleh karena itu, semakin banyak jenis makanan yang diproduksi, dijual
dan dikonsumsi sebagai sumber nutrisi dengan mempertahankan citra rasa dan
didukung oleh kepraktisan dalam
mengonsumsinya. Salah satu kandungan nutrisi yang terdapat didalam bahan pangan
tersebut adalah protein, baik proten hewani maupun nabati. Bahan pangan yang
mengandung protein hewani terutama daging biasanya lebih mudah rusak
dibandingkan dengan protein nabati. Salah satu sumber protein hewani yang mudah
rusak adalah dagimg sapi.
Daging
sapi merupakan daging yang jarang dikonsumsi secara langsung. Berbagai macam
jenis olahan daging beredar di masyarakat saat ini. Salah satu produk olahan
daging yang telah banyak dijual di pasaran yakni kornet. Kini kornet atau
dapat disebut juga corned beef dapat
dijumpai dalam bentuk kalengan di swalayan maupun supermarket.
Corned beef merupakan salah satu jenis produk daging olahan
yang berupa daging sapi digiling kasar, dikuring dengan tambahan bahan pengisi
dan bumbu-bumbu. Produk ini telah menjadi salah satu yang dijadikan pilihan
banyak orang. Selain itu, produk olahan daging ini juga cepat dan mudah diolah.
Oleh karena itu, penting untuk mendapat pengetahuan lebih lanjut tentang produk
corned beef tersebut yang menjadi pilihan banyak orang untuk mendapatkan
sumber protein hewani dengan mempertahankan kepraktisan dalam mengonsumsinya.
B.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah
ini adalah untuk mengetahui sumber bahan baku, proses konversi yang dipakai,
serta aplikasi dari produk corned beef itu sendiri.
II. PEMBAHASAN
Corned beef atau kornet, adalah salah satu
jenis produk olahan daging sapi yang banyak digunakan dalam resep masakan
Indonesia. Kornet daging sapi diolah dengan cara diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur dengan
larutan garam jenuh. Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu direbus dengan api kecil untuk menghindari
hancurnya tekstur daging sapi. Tujuan pembuatan kornet daging sapi adalah untuk
tetap dapat memperoleh produk daging sapi yang berwarna merah, awet dan
praktis.
Dengan diproses menjadi korrnet, masalah penyimpanan daging
sapi segar dapat diatasi. Agar awet daging sapi segar memang harus
disimpan pada suhu dingin atau suhu beku, akibatnya menjadi tidak praktis
apabila akan digunakan. Sedangkan daging sapi segar yang telah diproses menjadi
kornet kemudian dikalengkan, dapat disimpan pada suhu kamar sekitar dua tahun.
Corned beef atau
daging kornet semakin menjadi pilihan bagi banyak orang. Produk olahan daging
ini juga cepat dan mudah diolah. Meski nilai gizinya cukup baik, perlu adanya kecermatan
dalam memilih agar terhindar dari mengonsumsi makanan yang sudah rusak. Salah
satu kelemahan daging segar adalah daya simpannya yang rendah pada suhu kamar, sehingga
harus di simpan pada suhu dingin atau suhu beku. Kelemahan lainnya adalah tidak
praktis dalam penggunaannya, terutama bagi mereka yang selalu sibuk dengan
kegiatan di luar rumah. Untuk itu diperlukan kehadiran produk olahan daging
yang bisa diolah menjadi berbagai hidangan dalam waktu singkat.
Kata corned berasal
dari bahasa Inggris yang berarti di awetkan dengan garam. Dari kata tersebut
lahirlah istilah corned beef yaitu daging sapi yang diawetkan dengan
penambahan garam dan di kemas dengan kaleng. Dalam bahasa Indonesia, kata corned
beef diadopsi menjadi daging kornet. Tujuan pembuatan daging kornet adalah
untuk memperoleh produk daging yang berwarna merah, meningkatkan daya awet dan
daya terima produk, serta menambah keragaman produk olahan daging. Kornet
kalengan dapat disimpan pada suhu kamar dengan masa simpan sekitar dua tahun.
Daging kornet dapat dihidangkan sebagai campuran perkedel, telur dadar, mirebus,
pengisi roti, serta makanan lainnya.
1. Bahan Baku
Menurut SNI 0263-80, corned beef didefinisikan sebagai suatu
jenis makanan dalam kaleng yang dibuat dari daging sapi segar, dengan
penambahan bahan lain yang diizinkan, dan diawetkan. Bahan dasar pembuatan kornet adalah
daging sapi yang digiling. Bahan tambahan yang diperlukan adalah garam dapur,
nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak, gula, dan bumbu.
Daging sapi merupakan bahan dasar dalam pembuatan corned
beef. Daging tersebut kaya protein yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air
dan membentuk emulsi yang baik. Bahan dasar untuk pembuatan corned beef adalah protein daging
yang digiling dan sebagian lumat membentuk emulsi. Daging sapi yang baik
digunakan merupakan bahan baku corned beef karena proteinnya mempunyai
daya ikat air dan daya emulsi yang baik. Selain itu, corned beef
merupakan hasil olahan daging sapi dengan bumbu-bumbu kentang, kaldu (beef
broth), bawang merah, garam, merica, dan sodium nitrit (Hadiwiyoto, 1983).
Salah satu
bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan corned beef adalah garam dapur. Garam dapur (NaCI) merupakan bahan
penolong dalam proses pembentukan emulsi daging kornet. Garam mampu memperbaiki
sifat-sifat fungsional produk daging dengan cara mengekstrak protein
miofibriler dari serabut daging selama proses penggilingan dan pelunakan
daging. Garam berinteraksi dengan protein daging selama pemanasan, sehingga
protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan air, dan
membentuk tekstur yang baik. Selain itu, garam memberi cita rasa asin pada
produk, serta bersama-sama senyawa fosfat, berperan dalam meningkatkan daya
menahan air dan meningkatkan kelarutan protein serabut daging.
Garam juga
bersifat bakteriostatik dan bakteriosidal, sehingga mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan mikroba pembusuk lainnya. Larutan encer garm kuat NaCl
dapat membantu mengekstrak protein miofibril daging, kemudian protein daging
membentuk matriks sehingga kekuatan ikatan antar komponen daging yang
berdampingan semakin meningkat. Selain itu garam juga meningkatkan daya ikat
dari protein daging. Kedua sifat tersebut sangat penting untuk pembentukkan
massa matriks dalam pembuatan emulsi daging (Pearson dan Tauber, 1984).
Selain garam,
bahan tambahan lainnya adalah nitrit. Pemberian nitrit merupakan bagian dari proses
kuring daging dengan tujuan untuk membentuk dan mempertahankan warna. Nitrit
terurai menjadi NO yang kemudian bereaksi dengan pigmen mioglobin pada daging
membentuk nitrosomioglobin. Fungsi nitrit adalah menstabilkan
warna merah daging, membentuk flavor yang khas, menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk dan beracun, serta memperlambat terjadinya ketengikan. Jumlah nitrit
yang diizinkan tersisa pada produk akhir adalah 50 ppm (mg/kg).
Bahan tambahan ketiga yaitu alkali fosfat. Penambahan
senyawa alkali fosfat pada daging akan meningkatkan daya ikat air
dan protein daging serta mengurangi pengerutan kornet yang dihasilkan.
Alkali fosfat akan meningkatkan pH dan menyebabkan terbukanya ikatan-ikatan antar
gugus protein daging yang akan memudahkan pengikatan air. Bersama-sama dengan
asam askorbat, senyawa fosfat dapat menghambat proses ketengikan oksidatif, dan
bisa memperbaiki tekstur (Furia, 1981).
Selanjutnya
yaitu air. Air yang ditambahkan ke dalam massa daging berfungsi untuk membantu
melarutkan garam-garam yang ada, sehingga dapat tersebar dan terserap dengan baik
dalam massa produk. Selain itu, air juga dapat memperbaiki sifat fluiditas
emulsi dan meningkatkan tekstur (kekenyalan) produk akhir. Air yang ditambahkan dalam
massa daging berfungsi untuk membentuk, melarutkan garam-garam yang ada
sehingga dapat tersebar dan terserap dengan baik dalam massa produk. Disamping
itu, air juga dapat memperbaiki sifat fluidisitas emulsi atau pencampuran
daging, serta mempengaruhi tekstur dalam arti meningkatkan kekenyalan produk
akhir (Pearson dan Tauber, 1984).
Tidak
kalah pentingnya, bahan tambahan dalam pembuatan corned beef adalah bahan pengisi dan penambahan lemak. Menurut Forrest et. al.(1975),
penambahan bahan pengisi dan
pengikat pada produk daging adalah meningkatkan stabilitas, daya ikat air,
flavor dan karakteristik irisan produk, serta mengurangi pengerutan selama
pemasakan dan mengurangi biaya formulasi. Bahan pengisi yang dapat
ditambahkan adalah tepung tapioka, terigu, atau susu skim. Penambahan bahan
pengisi pada produk daging harus tidak melebihi 3,5 persen dari produk. Penambahan
lemak pada pembuatan daging kornet berfungsi untuk membentuk produk yang
kompak dan empuk, serta memperbaiki rasa dan aroma. Bertambahnya kadar
air dan lemak di dalam kornet akan menambah juiciness dan keempukannya. (Saffle, 1968).
Gula dan bumbu juga merupakan bahan tambahan untuk pembuatan
daging kornet. Fungsi utama gula dalam pembuatan kornet adalah untuk
memodifikasi rasa, menurunkan kadar air, dan sebagai pengawet. Bumbu merupakan
bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara sintetis.
Bumbu memberikan cita rasa enak yang diinginkan dalam kornet. Fungsi utama gula dalam kuring
adalah untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Urbain yang dikutip Soeparno (1992),
menyatakan bahwa konsentrasi gula yang tinggi dalam kuring dapat berfungsi pula
sebagai bahan pengawet. Gula juga merupakan sumber energi bagi mikroorganisme
yang mereduksi senyawa nitrat menjadi nitrit. Gambar-gambar bahan baku diatas dapat dilihat pada lampiran 1.
2.
Proses Konversi
Corned beef merupakan produk yang unik. Pada awalnya corned
beef merupakan hasil ekstraksi
daging sapi, dimana daging sapi dimasak untuk memperoleh larutan yang
berwarna cokelat dan mempunyai citarasa yang khas. Residu pemasakan
diiris-diiris, diberi garam dan nitrat, dicampur, dan dimasukkan ke dalam
kaleng untuk dilakukan proses sterilisasi. Proses pembuatan corned beef
dapat meliputi tahapan-tahapan berikut, yakni pemilihan daging, pembersihan, dan penggilingan daging (gilingan
kasar), pembuatan massa daging dan campurannya, pemasakan, dan pengemasan. Berikut
diagram alir proses pembuatan corned beef :
(www.ub.ac.id)
Pada proses pembuatan corned beef terdapat
proses emulsi. Menurut Kramlich (1971) emulsi adalah campuran dari dua cairan
atau lebih yang tidak saling melarutkan. Salah satu cairan terdispersi dalam
bentuk globula-globula atau butir-butir kecil dalam cairan lainnya. Cairan yang
membentuk butir-butir kecil disebut fase diskontinyu. Untuk membentuk sistem emulsi maka dibutuhkan adanya bahan emulsi. Emulsi massa daging
memiliki karakeristik yang sama dengan emulsi lemak dalam protein, yaitu lemak
sebagai fase diskontinyu dan protein sebagai fase kontinyu. Sebagai bahan
pengemulsinya adalah bahan myosin, protein daging yang terlarut dalam larutan
garam NaCl.
Bahan pengemulsi yang terdapat dalam daging adalah
protein yang larut dalam larutan encer garam kuat, terutama myosin
(Kramlich,1971). Protein ini larut dalam larutan encer NaCl atau suatu garam dari
asam kuat dan basa kuat. Disamping itu, protein ini juga penting untuk
pembentukan emulsi daging dan mempertinggi ikatan antar partikel. Dengan penambahan garam dapur (NaCl), myosin akan terekstrak
dari daging. Hal tersebut dapat dipercepat dengan cara memecah serabut daging
pada tahap pencincangan (Gillespie, 1960).
Pada proses emulsifikasi dalam pembuatan emulsi
daging, butiran lemak akan terdispersi dalam matriks protein. Setelah itu,
protein akan membentuk lapisan film tipis yang mengelilingi tiap-tiap butiran
lemak. Selama pembuatan dan pencampuran massa daging, protein terlarut
membentuk matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk suatu emulsi
lemak dalam larutan protein yang stabil (Kramlich et al., 1973).
Dengan adanya pemanasan pada pemasakan, butiran
lemak akan terperangkap di dalam matriks protein yang telah membentuk suatu
kantong kecil di sekeliling butiran lemak. Hal ini merupakan mekanisme penting
dalam pembuatan struktur produk emulsi daging. Pada pembuatan corned beef
terdapat peristiwa penting lainnya yaitu proses pengikatan
antar partikel hancuran daging dalam matrik dan pengikatan air dalam kompleks protein daging
Selain itu juga terdapat proses
nitrifikasi yakni dengan adanya penambahan nitrat atau nitrit. Fungsi nitrit dalam proses
pembuatan corned beef ( kuring ) adalah menstabilkan warna, membentuk flavor karakteristik, menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk dan beracun serta memperlambat terjadinya
ketengikan (Pearson dan Tauber, 1984). Nitrat dan nitirit ini dipakai secra
bersama-sama dalam proses kuring. Jumlah nitrit yang diizinkan tersisa dari
produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1984).
Reaksi yang terjadi dalam proses kuring adalah senyawa yang bereaksi dengan pigmen daging mioglobin untuk membentuk
nitroso mioglobin yang berwarna merah cerah. Menurut Forrest et al., (1975),
beberapa tahap reaksi pembentukan warna merah muda yang stabil pada daging
proses adalah:
NO2 NO + H2O
NO + MbN OMMb
Reduksi
NOMMb NOMb (merah cerah)
NOMb
+ panas NO-hemoktromogen (warna pink
yang stabil)
Warna daging dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu warna daging segar
dan warna daging kuring (akibat penambahan nitrit). Secara umum proses kuring
terjadi karena reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat rmenjadi nitrit dan
NO yang mampu mereduksi ferri menjadi ferro dan terjadinya denaturasi globin
oleh panas. Hasil akhir kuring, daging membentuk pigmen nitrosil hemokromogen
bila telah dimasak, dimana pigmen jenis ini lebih stabil dibandingkan dengan
pigmen pertama (Clydesdale dan Francis, 1976).
Denaturasi metmioglobin
(coklat)
Fe 3+
|
Nitrosil hemekromogen
(pink)
Fe 2+
|
metmioglobin
(coklat)
Fe 3+
|
NO mioglobin
(merah)
Fe 2+
|
oksimioglobin
(merah cerah)
Fe 2+
|
Mioglobin
(merah ungu)
Fe 2+
|
NO reduksi oksigenasi
Oksidasi
NO+reduksi
Denaturasi denaturasi
Protein (panas) protein (panas)
oksidasi
NO+reduksi
Perubahan kimia yang terjadi pada daging kuring
(Forrest et al., 1975)
3. Produk dan Aplikasi
Komposisi zat gizi kornet cukup baik terutama proteinnya. Kornet
mempunyai kadar protein sebesar 16 persen, lemak 25 persen, dan karbohidrat nol
persen. Disamping itu juga mengandung kalsium 10 mg, fosfor 170 mg, Fe 3 mg,
dan vitamin B1 0,01 mg untuk setiap 100 gram bahan. (Direktorat
Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1979). Produk olahan
lanjutan dari produk corned beef ini adalah sebagai bahan pengisi maupun
bahan pelengkap pada produk makanan lainnya. Daging kornet dapat dihidangkan
sebagai campuran perkedel, telur dadar, mi rebus, pengisi roti, serta makanan
lainnya.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Corned beef merupakan hasil olahan dari daging segar yang
digunakan untuk memperpanjang masa simpan dari daging tersebut. Banyak proses yang dilakukan
untuk mendapatkan produk corned beef, diantaranya emulsifikasi yaitu
dari komponen daging itu sendiri berupa myiosin dan serat ini dapat dipecah
dengan garam kuat berupa NaOH serta dapat dipercepat dengan perlakuan
pencincangan. Setelah emulsifikasi dari myiosin pecah maka akan terjadi proses pengikatan antar partikel hancuran daging dalam matrik dan pengikatan air dalam
kompleks protein daging.
Proses terakhir yang dilakukan adalah
proses nitrifikasi yang bertujuan untuk menstabilkan warna, membentuk flavor, menghambat pertumbuhan bakteri dan memperlambat terjadinya ketengikan pada daging. Banyak aplikasi penggunaan yang dapat diperoleh dengan pengolahan daging menjadi corned beef misalnya memperpanjang masa simpan, memperbanyak
aneka olahan daging, dan memberi nilai tambah daging daripada jika dijual dalam keadaan mentah.
Garam
dapur (NaCl) merupakan bahan penolong dalam proses pembentukan emulsi daging
kornet. Garam mampu memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan
cara mengekstrak protein miofibriler dari serabut daging selama proses
penggilingan dan pelunakan daging. Garam berinteraksi dengan protein daging
selama pemanasan, sehingga protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan air,
dan membentuk tekstur yang baik.
Dengan adanya Corned
beef ini diharapkan mampu memenuhi gizi masyarakat yang dapat dikonsumsi
secara praktis dah higienis. Zaman sekarang banyak makanan yang mengandung gizi
tinggi tetapi kurang memperhatikan kebersihan makanan sehingga makanan tersebut
terinfeksi oleh bakteri dan jamur yang menyebabkan makanan tersebut bukan menyahatkan
dan menambah gizi masyarakat melainkan menyebakan penyakit bagi yang
mengkonsumsinya.
Perlu disadari bahwa
banyak manfaat dari mengkonsumsi makanan yang kaya akan protein ini yang
biasanya makanan ini hanya mampu bertahan beberapa hari pada suhu ruang,
sekarang dengan metode yang dilakukan terhadap makanan Corned beef
dengan pengemasan yang telah teruji dan pengolahan pengawetan yang dilakukan
secara higienis dan sesuai dengan SNI yang ada, para konsumen dapat
mengkonsumsi makanan ini sesuai dengan masa sebelum expirednya makanan
ini
Bahan utama yang
digunakan untuk pembuatan Corned beef adalah daging sapi yang kaya akan
kandungan proteinnya namun perlu disadari bahwa makanan ini mudah terserang
bakteri E.coli dan Salmonella, apalagi saat pemotongan daging
sapi ini tidak dilakukan secara higienis ini dapat menimbulkan tumbuhnya
bakteri pada daging. Dan satu hal lagi yang perlu diwaspadai adalah
pengemasannya yang menggunakan kaleng, kaleng merupakan jenis logam yang dapat migrasi terhadap makan jika
kaleng rusak atau sudah habis masa pakainya, sehingga hal ini perlu diketahui
konsumen agar konsumen tau samapi kapan makanan tersebut dapat dikonsumsi
sehingga tidak menimbulkan penyakit. Pada umumnya, produk
makanan yang dikemas dalam kaleng akan kehilangan cita rasa segarnya dan
mengalami penurunan nilai gizi akibat pengolahan dengan suhu tinggi. Satu hal
lagi yang cukup mengganggu timbulnya rasa taint kaleng atau rasa
seperti besi yang timbul akibat coating kaleng tidak sempurna. Bahaya utama
pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium
botulinum yang dapat menyebabkan keracunan botulinin.
Tanda tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata
berkunang – kunang dan kejang – kejang yang membawa kematian karena sukar
bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak
sempurna pengolahannya atau pada kaleng yang bocor sehingga makanan didalamnya terkontaminasi
udara dari luar. Untungnya racun bortulinin ini peka terhadap pemanasan.
Namun tidak perlu khawatir akan bahaya ini karena
dalam pengemasan ini telah dicantumkan tanggal kelayakan untuk dikonsumsi
sehingga para konsumen tau layak atau tidaknya Corned beef tersebut digunakan. Kelebihan dari pengemasan dengan
menggunakan kaleng adalah kaleng mempunyai sifat yang baik sebagai pengemas
karena mampu menahan gas, uap air, jasad renik, debu, dan kotoran. Kaleng juga
memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, tahan terhadap perubahan suhu yang
ekstrem, dan toksisitasnya relative rendah.
Kornet kalengan
dapat disimpan pada suhu kamar dengan masa simpan sekitar 2 tahun. Suhu yang
terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan citarasa, warna, tekstur, dan vitamin,
akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia. Secara umum, ciri-ciri kornet yang tidak
layak dimakan adalah: cita-rasa asam; bau tidak sedap; kaleng gembung, penyok,
bocor atau berkarat; produk lunak dan berwarna gelap.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Daging Kornet-Teknologi Pengolahan
Hewani.[terhubung berkala] www.ub.ac.id (13 Oktober 2012)
Clydesdale, F.M. dan F.J.
Francis.1976. Pigment. Di dalam J. F. Price dan B.S. Schweigert
(eds.). The Sciance of Meat and Meat Product, p.485. , San Fransisco :
W.H. Freeman and Company.
Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bharata Karya Aksara.
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge,
dan R.A. Merkel. 1975. Principle
of Meat Science. San Fransisco : W.H. Freeman and Company.
Furia, T.E. 1981. Handbook
of Food Additives. Boca Raton, Florida : CRC Press Inc.
Gillespie, E.L.1960. The
Science of Meat and Meat Products. , San Fransisco, London : W .H. Freeman and Company.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil
Olahan Susu, Ikan Daging dan Telur.Yogjakarta : Liberty
Kramlich, W.E.1971. Sausage
Product. Di dalam J. F. Price dan B.S. Schweigert (eds.). The
Sciance of Meat and Meat Product, p.485. , San Fransisco : W.H. Freeman and
Company.
Kramlich, W.E., A.M. Pearson
dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats. Weastport, Connecticut : The AVI
Publishing Co., Inc.
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber.
1984. Processed Meats. AVI Publising Company, Inc, Weastport, Connecticut.
Saffle, R.L. 1968. Meat
Emulsions. Advance Food Research. 16:105.
Winarno, F.G. 1984. Kimia
Pangan dan Gizi. Jakarta : P.T. Gramedia.
LAMPIRAN
1
No
|
Nama
Bahan Baku dan Tambahan
|
Gambar
|
1
|
Daging sapi segar
|
|
2
|
Garam dapur
|
|
3
|
Garam nitrit
|
|
4
|
Tepung terigu
|
|
5
|
Lemak
|
|
6
|
Gula dan bumbu-bumbu
|
|